Nagara Daha
Kerajaan ini tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Daha di Jawa, yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Janggala.
Kerajaan Negara Daha adalah sebuah kerajaan Hindu yang pernah berdiri di Kalimantan Selatan. Pusat ibukota kerajaan ini berada di kota Negara (kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan).
Kerajaan Negara Daha merupakan kelanjutan dari Kerajaan Negara Dipa.
Raja-raja Negara Daha antara lain:
1. Raden Sekarsungsang
2. Maharaja Sari Kaburangan
3. Maharaja Sukarama, kakek dari Sultan Suriansyah (Raja I dari Kerajaan Banjar )
4. Maharaja Mangkubumi
5. Maharaja Tumenggung
Kerajaan ini tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Daha di Jawa, yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Janggala.
Kerajaan Negara Daha adalah sebuah kerajaan Hindu yang pernah berdiri di Kalimantan Selatan. Pusat ibukota kerajaan ini berada di kota Negara (kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan).
Kerajaan Negara Daha merupakan kelanjutan dari Kerajaan Negara Dipa.
Raja-raja Negara Daha antara lain:
1. Raden Sekarsungsang
2. Maharaja Sari Kaburangan
3. Maharaja Sukarama, kakek dari Sultan Suriansyah (Raja I dari Kerajaan Banjar )
4. Maharaja Mangkubumi
5. Maharaja Tumenggung
Kisah ini bermula dari kejadian memalukan yang dilakukan oleh
Raden Sari Kaburungan yang mengawini ibunya sendiri. Tapi karena dialah yang
berhak menjadi raja, akhirnya ia dinobatkan menjadi raja. Setahun kemudian raja
memindahkan kedudukan negara ke Muara Hulak. Kedudukan baru itu disebut Negara
Daha dan sampai sekarang ini tempat itu masih bernama Negara (Sebuah daerah di
Kab. HSS Kalsel). Di Muara Bahan dibuat sebuah pangkalan (pelabuhan) yang
kemudian ramai sekali didatangi para pedagang.
Maharaja Sari Kaburungan itupun tetap mengikuti adat, tatakrama Kerajaan Majapahit dan menerima segala menterinya tiap hari Sabtu di Sitilohor. Tidak beberapa lama kemudian menghilanglah secara gaib Putri Kalungsu yang tinggal di Negara Dipa bersama lima ratus orang pengiringnya. Dalam waktu itu pula Lembu Mangkurat meninggal dunia (Berakhirlah kisah-kisah raja Nagara Dipa). Sebagai Mangkubumi diangkatlah putera Arya Megatsari yang bernama Arya Taranggana oleh Maharaja Sari Kaburungan, dia adalah seorang yang sangat cerdik lagi bijaksana. Aria Taranggana ini mengarang “Kutara Masaalah Tahta Nagri” yang membicarakan peraturan dan hukuman bagi orang yang benar dan salah, yang berat dan ringan, yang mati dan yang tidak, yang dirampas dan kesesuaian hukumannya yang sekarang dikenal dengan nama Kutara Aria Taranggana.
Maharaja Sari Kaburungan memerintah sama seperti zaman Maharaja Suryanata. Semua pejabat yang diganti berasal dari keturunan pejabat itu. Tahta negeri Nagara Daha mengikuti tahta negeri Majapahit. Maharaja Sari Kaburungan dan istrinya anak menteri mempunyai anak pertama bernama Raden Sukarama dan yang kedua bernama Raden Bengawan. Tidak beberapa lama kemudian Raja Raden Sari Kaburungan dan Istrinya hilang secara gaib, tahta kerajaan diturunkan kepada Maha Raja Sukarama.
Maharaja Sari Kaburungan itupun tetap mengikuti adat, tatakrama Kerajaan Majapahit dan menerima segala menterinya tiap hari Sabtu di Sitilohor. Tidak beberapa lama kemudian menghilanglah secara gaib Putri Kalungsu yang tinggal di Negara Dipa bersama lima ratus orang pengiringnya. Dalam waktu itu pula Lembu Mangkurat meninggal dunia (Berakhirlah kisah-kisah raja Nagara Dipa). Sebagai Mangkubumi diangkatlah putera Arya Megatsari yang bernama Arya Taranggana oleh Maharaja Sari Kaburungan, dia adalah seorang yang sangat cerdik lagi bijaksana. Aria Taranggana ini mengarang “Kutara Masaalah Tahta Nagri” yang membicarakan peraturan dan hukuman bagi orang yang benar dan salah, yang berat dan ringan, yang mati dan yang tidak, yang dirampas dan kesesuaian hukumannya yang sekarang dikenal dengan nama Kutara Aria Taranggana.
Maharaja Sari Kaburungan memerintah sama seperti zaman Maharaja Suryanata. Semua pejabat yang diganti berasal dari keturunan pejabat itu. Tahta negeri Nagara Daha mengikuti tahta negeri Majapahit. Maharaja Sari Kaburungan dan istrinya anak menteri mempunyai anak pertama bernama Raden Sukarama dan yang kedua bernama Raden Bengawan. Tidak beberapa lama kemudian Raja Raden Sari Kaburungan dan Istrinya hilang secara gaib, tahta kerajaan diturunkan kepada Maha Raja Sukarama.
Maharaja Sukarama berpesan kepada ketiga anaknya agar kelak yang
berhak menjadi raja adalah cucunya Raden Samudera bukan mereka. Hal itu membuat
hati Pangeran Tumanggung gusar dan marah, karena yang menurutnya pantas menjadi
raja adalah kakaknya Pangeran Mangkubumi sebagai anak tertua ayahnya, bukan
langsung menunjuk (turun) ke cucu. Patih Aria Taranggana menyelamatkan Raden
Samudera dengan cara menghanyutkannya. Hal ini secara implisit berimplikasi
bahwa Maharaja Sukarama menginginkan agar sepeninggalnya nanti tidak terjadi
peristiwa perang saudara karena perebutan kekuasaan antara ketiga anaknya itu.
Sepeninggal ayahnya, Maharaja Sukarama meninggal, Pangeran
Mangkubumi diangkat menjadi raja akan tetapi mahkota yang akan digunakannya
dalam penobatan tidak sesuai di kepalanya. Begitupun juga ketika Pangeran
Tumanggung dan Pangeran Bagalung mencobanya. Sama seperti benda pusaka kerajaan
tidak dapat dibunyikan karena mereka melanggar amanat ayahnya. Kepindahan
Pangeran Bagalung ke Marabahan untuk menetap di sana sampai masa
meninggalnya.
Setelah sekian lama memerintah ahkhirnya terjadi salah paham
antara Maharaja Mangkubumi dengan Pangeran Tumanggung tentang masalah
perzinahan si Saban dengan si Harum. Atas hasutan Pangeran Tumanggung maka si saban
mau membunuh Maharaja Mangkubumi dengan keris Malila.Namun setelah si Saban
selesai melakukan pembunuhan, justru si Saban sendiri yang dibunuh oleh
Pangeran Tumanggung. Akhirnya Pangeran Tumanggung diangkat menjadi raja, akan
tetapi ketika pelaksanaan penobatannya mahkotanya tidak dapat dipakai, dan
benda-benda pusaka istana tidak dapat digunakan (dibunyikan).
Cerita kemudian beralih tentang pencarian dan pertemuan Raden
Samudera oleh Patih Masih dan anak buahnya setelah mendengar kabar Raden
Samudera akan dibunuh oleh Pangeran Tumanggung. Keinginan para Patih untuk
menjadikan Raden Samudera sebagai raja. Pada mulanya Raden Samudera menolak
menjadi raja, akan tetapi setelah didesak dan dibuat mabuk, Raden Samudera pun
akhirnya bersedia menjadi raja.
Pangeran Samudera yang baru diangkat menjadi raja kemudian
memerintahkan bawahannya untuk merebut Muara Bahan. Akhirnya Pangeran Samudera
dan pengikutnya berhasil merebut Muara Bahan tanpa ada perlawanan. Lalu
Pangeran Samudera memulai membangun istana di Banjarmasih. Kemudian ia
membentuk sistem pemerintahan seperti yang pernah dilakukan Ampu Jatmaka ketika
mendirikan Nagara Dipa. Penobatan Pangeran Samudera sebagai raja Banjarmasih
dan kesiapan mereka melawan serangan Pangeran Tumanggung dan bala tentaranya.
Setelah mendengar bandar Muara Bahan direbut oleh kemenakannya,
Pangeran Samudera. Pangeran Tumanggungpun segera mengumpulkan bala tentara
untuk menyerang kerajaan Bandarmasih. Pertempuranpun terjadi begitu dahsyat.
Akhirnya pasukan Pangeran Tumanggung dapat dipukul mundur. Pangeran Samudera
minta bantuan Sultan Demak setelah meminta saran Patih Masih.
Cerita selanjutnya tentang kebesaran kerajaan Majapahit di masa
pemerintahan raja Tunggul Amatung dan Patih Gajah Mada. Tunggul Amatung
kemudian melamar dan mengawini Putri Pasai. Akhirnya Putri Pasaipun hamil dan
melahirkan anak lelaki. Pada saat itulah saudara putri, Raja Bungsu datang ke
Majapahit dan iapun bersedia tinggal di sana. Raja Bungsu meminta kepada
raja Majapahit sebidang tanah untuk tempat berdiam dan membuat langgar. Raja
Majapahitpun mengabulkan permintaannya. Setelah ia diam di sana maka
banyaklah orang-orang desa yang ingin masuk islam. Raja Bungsu sekali lagi
minta izin kepada raja untuk mengislamkan mereka. Permintaannya inipun
dikabulkan oleh raja. Akhirnya dimulailah pengislaman desa-desa di sekitar
tempat tinggalnya.
Diceritakan pula tentang masuk Islamnya menteri desa bernama petinggi Jipang dan anak, istri, serta keluarganya karena melihat kealiman Raja Bungsu. Petinggi Jipangpun akhirnya jadi penghulu sekaligus orang alim. Di samping cerita keluarga raja Majapahit hingga meninggalnya.
Diceritakan pula tentang masuk Islamnya menteri desa bernama petinggi Jipang dan anak, istri, serta keluarganya karena melihat kealiman Raja Bungsu. Petinggi Jipangpun akhirnya jadi penghulu sekaligus orang alim. Di samping cerita keluarga raja Majapahit hingga meninggalnya.
Tersebutlah kisah tentang Juragan Balaba, suruhan Nyai Suta
Pinatih dalam perjalanannya mengantar barang dari Gresik menuju ke Bali ditengah
laut Blambangan, menemukan tabla yang berisi bayi. Iapun akhirnya kembali
menemui dan mengantar bayi itu kepada Nyai Suta Pinatih. Nyai Suta Pinatihpun
sangat senang menerima bayi itu. Bayi itupun lalu diangkatnya anak. Nyai Suta
Pinatihpun akhirnya kaya raya berkat tuah anak itu.
Diceritakan juga mengenai sebab-sebab keruntuhan kerajaan
Majapahit, dimulainya pengislaman pulau Jawa, dan berdirinya kerajaan Demak
serta asal mula wali Allah di Jawa. Pangeran Samudera meminta bantuan kepada
Sultan Demak agar membantu peperangan melawan Pangeran Tumanggung melalui
utusannya Patih Balit. Sultan Demak mau membantu asalkan Pangeran Samudera mau
masuk islam. Pangeran Samudera dan keempat Patihnya pun bersedia masuk Islam.
Kembali Patih Balit diutus ke Jawa untuk memberi tahu Sultan dengan tentang
kesepakatannya itu. Sepulang dari Demak Patih Balit membawa tentara Demak
sebanyak seribu orang lengkap dengan senjatanya dan seorang penghulu untuk
mengislamkan mereka.
Akhirnya setelah berperang selama empat puluh hari tidak yang menang
dan korban yang banyak berjatuhan, bunuh-membunuh antarkeluarga. Pasukan
Pangeran Tumanggung banyak yang mati. Patih Aria Tarangganapun memberi usul
agar peperangan dilakukan satu lawan satu antara Pangeran Tumanggung dan
Pangeran Samudera, dan ia sendiri melawan Patih Masih.
Setelah berhadapan satu lawan satu. Pangeran Samudera tidak ingin
ia menjadi durhaka karena menyerang pamannya Pangeran Tumanggung. Ia rela
dibunuh pamannya. Mendengar hal itu menangislah Pangeran Tumanggung seraya
memeluk kemenakannya itu. Perdamaian pun terjadilah.
Setelah berhasil berdamai dengan Pangeran Tumanggung, Pangeran
Samudera pun menjadi raja Banjarmasih dan masuk Islam dengan penghulu Demak.
Kemudian pasukan Demak dan penghulu Demak pulang diikuti oleh pasukan taklukkan
Maharaja Suryanata dan Maharaja Sukarama. Aria Taranggana menjadi Patih
kerajaan Banjarmasih. Sedangkan empat patih lainnya yaitu Patih Balit,
Balitung, Kuwin dan Muhur diangkat menjadi jaksa.
Diceritakan pula tentang silsilah keturunan Sultan Suryanullah
sepeninggalnya mangkat. Pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya, Pangeran
Rahmatullah. Setelah beliau wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya,
Sultan Hidayatullah. Pada masa ini Patih Aria Taranggana wafat dan digantikan
Kyai Anggadipa. Patih-patih yang lainpun menyusul wafat.
Sultan Marhum Panambahan kemudian menyuruh Raden Rangga Kasuma
membawa semua orang suku Biaju untuk membunuh anak dan kemenakan Kyai di Podok.
Si Sarang dan pengikutnya sepuluh orang masuk islam. Setelah masuk islam si
Sarang dikawinkan Marhum Panambahan dengan Gusti Nurasa dan memperoleh seorang
anak lelaki bernama Adan Jumaat. Oleh Marhum Panambahan ia diberi gelar Nanang
Sarang.
Marhum Panambahan dan istrinya Ratu Agung sangat mengasihi Raden
Rangga Kasuma. Akan tetapi ada saudara Ratu yang iri dengki kepadanya.
Keberhasilan siasat licik pangeran Mangkunagara memfitnah Raden Rangga Kasuma
hingga akhirnya ia dijatuhi hukuman mati oleh Marhum Panambahan sendiri. Marhum
Panambahan berusaha menghibur diri dengan bercengkrama dan melunta di Serapat
dan Aluh-Aluh serta tetap menjalankan roda pemerintahan seperti biasa.
Diceritakan bahwa Marhum Panambahan berniat memindahkan kerajaan
Banjarmasih ke batang Mangapan karena adanya kekhawatiran, sepeninggalnya nanti
Banjarmasih akan hancur karena banyak orang yang ingin menguasai daerah ini.
Akhirnya kerajaanpun dipindahkan karena serangan Belanda. (Awal masuknya
Belanda ke Kalsel).
Mulai terjalinnya hubungan kerajaan Banjar di Batang Banyu dengan
negeri Pasir melalui sarana perkawinan dan terdapatnya silsilah keturunan
Marhum Panambahan serta terjadinya kasus pencurian di Martapura oleh orang
Sukadana. Kejadian itu membuat Marhum Panambahan memberikan upeti dari Sukadana
kepada si Dayang Gilang dan tidak lagi diserahkan ke Banjarmasih. Marhum
Panambahan juga menyerahkan urusan Kota Waringin kepada Dipati Ngganding.
Diceritakan silsilah keturunan Marhum Panambahan dari pihak cucu.
Terjalinnya hubungan kekeluargaan antara Pasir dan Banjar ketika Raden Arya
Mandalika dari Pasir kawin dengan Gusti Limbuk dari Banjar. Sejak itu Pasir
tidak lagi mengantar upeti ke Banjar. Pada saat Kyai Martasura pergi ke
Makasar, rajanya, Karaing Patigaloang memintanya agar menyampaikan pesan kepada
Marhum Panambahan untuk meminjamkan Pasir kepadanya untuk berdagang dengan
sumpah jika ada orang Makasar yang berbuat aniaya terhadap Banjar,
mudah-mudahan dibinasakan oleh Allah. Marhum Panambahan pun setuju meminjamkan
Pasir. Sejak itu Pasir dan daerah-daerah di sekitarnya tidak membayar upeti ke
Banjar. Marhum Panambahan akhirnya melarang raja Sambas untuk mengantar upeti
ke negeri Banjar kecuali jika Marhum Panambahan sendiri menghendakinya.
Diceritakan pula silsilah keturunan Marhum Panambahan dari
perkawinan pihak cucu. Kerajaan Banjar berkabung karena keluarga dan kerabat
keluarga secara bergantian meninggal dunia.
Marhum Panambahan mengirim utusannya ke Mataram untuk menjalin persahabatan dengan berbagai persembahan. Sepulangnya para utusan itu yaitu Pangeran Dipati Tapasana, Kyai Tumanggung Raksanagara, dan Kyai Narangbaya, selain diberi bingkisan oleh raja Mataram, mereka juga dihadiahi gundik oleh Marhum Panambahan.
Marhum Panambahan mengirim utusannya ke Mataram untuk menjalin persahabatan dengan berbagai persembahan. Sepulangnya para utusan itu yaitu Pangeran Dipati Tapasana, Kyai Tumanggung Raksanagara, dan Kyai Narangbaya, selain diberi bingkisan oleh raja Mataram, mereka juga dihadiahi gundik oleh Marhum Panambahan.
Sepeninggal Marhum Panambahan lalu wafat maka penggantinya adalah
Pangeran Dipati Tuha. Ia dilantik dengan gelar sultan Hinayatullah atau Ratu
Agung. Marhum Panambahan meninggalkan banyak buyut. Ratu Agung Memberi gelar
kebangsawanan kepada raja-raja di bawahnya.
Cerita keberangkatan Ratu Kota Waringin untuk memerintah daerah
Kota Waringin dan sekitarnya hingga ia harus kembali ke Banjar karena Ratu Agung
meninggal dan harus segera ada penggantinya. Pangeran Kasuma Alam dilantik
menjadi raja dengan segala kebesaran istana. Ia bergelar Sultan Saidullah atau
Ratu Anom.
Ratu Kota Waringin memperjelas kedudukan raja sebagai kepala
negara yang langsung dipegang oleh Ratu Anom dan kedudukan perdana menteri
sebagai kepala pemerintahan yang langsung dipegang Pangeran di-Darat sebagai
Panambahan di-Darat.
Panambahan di-Darat meninggal dunia dan digantikan Ratu Kota
Waringin yang bergelar Ratu Bagawan. Kedua orang kepala pemerintahan itu
memerintah selama lima tahun. Akhirnya Ratu Bagawan pun mengundurkan
diri.
Ratu Anom meminta persetujuan bawahannya untuk menjadikan Dipati
Tapasana sebagai kepala pemerintahan. Merekapun setuju mengangkatnya menjadi
kepala pemerintahan dengan gelar Dipati Mangkubumi.
Kehidupan keluarga Ratu Anom hingga dirinya meninggal dunia.
Setelah terlebih dahulu Ratu Bagawan meninggal. Atas saran Ratu Hayu dan
pembesar istana lainnya maka Raden Halit (Pangeran Mangkubumi) dilantik menjadi
raja menggantikan Ratu Anom yang wafat dengan gelar Sultan Riayatullah atau
Pangeran Ratu.
Pangeran Mas Dipati menjadi kepala pemerintahan. Terjadinya
perkawinan antara Raden Subangsa dengan Mas Surabaya, anak raja Silaparang dan
memperoleh anak bernama Raden Mataram. Raden Mataram yang piatu ini kawin
dengan Mas Panghulu, anak raja Silaparang juga yang tinggal di Sumbawa dan
beroleh anak bernama Raden Bantan.
Setelah memperbaiki perahunya, Pangeran Dipati Anom menyuruh Raden
Panjang Jiwa dan Kyai Sutajaya untuk minta bantuan Biaju menyerang Banjar
karena Pangeran Ratu hendak menyerahkan kerajaan kepada Raden Bagus. Hingga
terjadi perbedaan pendapat dan pandangan dalam menyikapi keinginan Pangeran
Dipati Anom yang ingin secepatnya menghendaki pemindahan kekuasaan dari
Pangeran Ratu kepada Raden Bagus. Silsilah keturunan raja-raja Kota Waringin
itu berasal dari kerabat raja Banjar sejak raja Marhum Panambahan hingga Ratu
Agung (Pangeran Dipati Tuha/Sultan Hinayatullah).