Senin, November 17, 2014

BUDIDAYA JELUTUNG RAWA

BUDIDAYA JELUTUNG RAWA
Oleh ; 
INAH
MAN NEGARA


Rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup, dan lain-lain. Sehingga lingkungan rawa harus tetap di jaga kelestariannya. Upaya plestarian yang dilakukan juga harus memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar kawasan pelestarian tersebut. Contohnya seperti pemanfaatan kayu.
Pemanfaatan kayu yang juga berlebihan saat ini sangat memprihatinkan dikarenakan tuntutan kebutuhan. Terlebih kebutuhan ekonomi. Bagi masyarakat yang menggantungkan nasib pada hutan, kayu merupakan komoditas utama dalam pemanfaatannya. Akan tetapi hal ini tentu akan berdampak buruk bagi lingkungan jika hutan dieksploitasi secara berlebihan atau melebihi riap tumbuhnya.
Pelestarian spesies secara budidaya tidak cukup dengan menanam. Perlu adanya perlindungan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pencurian kayu atau penjarahan. Untuk mempercepat pemulihan lahan rawa yang sedang dalam kondisi rusak yang disebabkan oleh kegiatan eksploitasi hutan, konvensi lahan, kebakaran hutan dan lahan. perlu dilakukan rehabilitasi melalui pembangunan hutan tanaman, jika upaya tersebut tidak dilakukan maka akan berdampak besar pada kerusakan ekosistem dan keseimbangan ekosistem pun terganggu. Baik kehidupan ekosistem hutan maupun kehidupan manusia. Satwa-satwa liar akan kehilangan habitat, sedangkan manusia akan kehilangan sumber pangan, air, oksigen, dan sumber plasma nutfah. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan bagi masyarakat sekitar lahan rawa mengenai hasil-hasil hutan non kayu sehingga lahan rawa tetap dapat menjadi sumber penghasilan namun tanpa merusaknya.
Hasil hutan non kayu yang populer saat ini adalah getah. Getah banyak digunakan dalam berbagai industri pangan maupun otomotif (ban). Selain itu getah juga digunakan dalam industri kosmetik.
Beberapa jenis getah yang banyak digunakan yaitu getah pinus (Pinus merkusii), getah damar (Agathis dammara), getah karet (Hevea brasiliensis), dan getah Jelutung Rawa (Dyera lowii). Diantara keempat getah ini, yang paling banyak digunakan yaitu getah pinus karena bisa diolah menjadi bentuk padatan (gondorukem) dan cair (terpentin). Akan tetapi, pohon pinus yang telah tua, ketika kayunya ditebang untuk diolah maka akan sulit untuk diawetkan dibandingkan dengan kayu jelutung.
Prospek ke depan dari getah jelutung juga menjanjikan. Jelutung termasuk ke dalam jenis pohon dwiguna, artinya pohon yang dapat menghasilkan kedua jenis komoditi hasil hutan yaitu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa getah Jelutung dan hasil hutan berupa komoditi kayu. Getah jelutung sangat berguna untuk industri-industri vital dunia seperti pesawat, otomotif, elektronik, industri perekat, laka, lanolic, vernis, ban, water proofing dan cat serta sebagai bahan isolator dan barang kerajinan. Selain itu harga kayunya juga melebihi harga kayu meranti, ramin, agatis, rasak, keruing, dan kayu sejenis lainnya hingga mencapai dua kali lipat. Selain itu, Getah Jelutung Rawa juga berfungsi sebagai bahan baku pembuatan permen karet yang dimulai pada tahun 1920-an dan pada tahun 1940-an getah jelutung telah menggeser posisi lateks dari pohon Achras sapota, yaitu pohon penghasil bahan baku asli permen karet yang berasal dari Amerika Tengah.
Jelutung Rawa (Dyera lowii Hook f.) adalah jenis pohon lokal (indigenous species) yang sangat prospektif untuk hutan tanaman produktivitas tinggi dan ramah lingkungan pada lahan rawa karena keunggulan ekologi dan ekonomi yang dimilikinya. Tanaman yang memiliki ukuran  diameter batang mencapai 240 cm dan tinggi lebih dari 45 m, berbatang lurus dengan percabangan pertama dimulai pada ketinggian sekitar 30 m, tumbuh menyebar secara alami dengan jarak antara satu pohon dengan pohon lainnya 50 m dan umumnya antara 300 sampai 400 m, merupakan salah satu jenis pohon hutan tropik raksasa di Indonesia.
Jelutung Rawa tersebar di Sumatera (Jambi, Riau, Sumatra Utara) dan dikenal dengan nama abuwai, sedangkan di Kalimantan (Kalbar, Kalteng, Kalsel) dikenal dengan nama pantung. Jenis ini tumbuh dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, pada tanah berpasir, tanah liat atau tanah rawang.  Tanaman ini juga dapat tumbuh pada daratan yang bergelombang pada ketinggian 20-800 meter di atas permukaan laut (Martawijaya et. al., 1981).
Hasil pengukuran pertumbuhan Jelutung Rawa yang dilakukan oleh Balittaman Palembang pada tahun 2001 menunjukkan pertumbuhan pohon cukup memuaskan. Pada umur 9 tahun, tinggi pohon berkisar antara 14,8-15,8 meter (riap 1,64-1,75 m/tahun), diameter pohon berkisar antara 19,66-21,44 cm (riap 2,18-2,38 cm/tahun). Dari hasil pengukuran pertumbuhan jelutung tersebut, dapat kita ketahui bahwa tanaman Jelutung Rawa mempunyai daya adaptasi yang baik pada lahan rawa yang selalu tergenang atau tergenang berkala. Keunggulan ini dimiliki oleh jenis-jenis pohon rawa yang tumbuh secara alami. Jelutung mempunyai pertumbuhan yang relatif cepat, pada kondisi alami riap diameter pohon berkisar antara 1,5-2,0 cm/tahun (Bastoni dan Riyanto, 1999).
Pohon Jelutung Rawa merupakan pohon khas Jambi. Budidaya pohon Jelutung Rawa kini mulai digalakkan mengingat pohon itu kini sudah langka oleh sebab itu guna melestarikan keberadaan jenis pohon tersebut perlu adanya upaya konservasi lanjut terhadap penanganan jenis pohon tersebut. Melihat prospek kedepannya jenis Jelutung Rawa (Dyera lowii) ini memiliki potensi besar dalam pemanfaatan hasil tanaman hutan baik Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) maupun hasil hutan non kayu. Sehingga, perlu adanya tindakan khusus dalam melakukan budidaya dan konservasi terhadap tanaman ini.
Ekosistem rawa gambut yang saat ini semakin berkurang luasnya dan turun kualitasnya. Budidaya Jelutung Rawa di lahan-lahan rawa gambut merupakan upaya untuk menjaga kelestarian ekosistem tersebut. Upaya konservasi dan budidaya pada tanaman Jelutung Rawa (Dyera lowii) habitus rawa di provinsi Jambi ini dilakukan  berdasarkan beberapa aspek penting diantaranya: daya adaptasinya pada lahan rawa telah teruji, mempunyai pertumbuhan cepat,  dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan yang minimal, mempunyai hasil ganda, getah dan kayu,sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan rawa, serta dapat dibudidayakan seperti tanaman karet, yaitu pada masa produktif disadap getahnya dan pada saat produktivitas getah menurun dapat dimanfaatkan kayunya. Melihat kondisi lahan rawa yang memungkinkan untuk melakukan penanaman tanaman jelutung jenis rawa ini, yakni jenis tersebut mendominasi tapak dengan karakteristik, tebal lapisan gambut sedang sampai dalam (> 100 cm), lahan hanya tergenang pada musim hujan, jenis tanah gambut dangkal (sulfohemist) sampai tanah gambut dalam (tropohemist) (Bastoni, 1997).
Jelutung Rawa merupakan salah satu spesies yang mulai berkurang jumlahnya di alam. Penanaman Jelutung Rawa secara budidaya akan berpengaruh sangat besar terhadap pelestarian jenis Jelutung Rawa. Masyarakat di sekitar kawasan budidaya tanaman Jelutung Rawa (Dyera lowii) dapat merasakan manfaat dari budidaya tersebut. Manfaat tersebut dapat dirasakan dalam bentuk getah jelutung yang merupakan bahan baku pembuatan permen karet dan kayunya ketika pohon tersebut sudah tidak produktif menghasilkan getah. Selain itu manfaat lain yang dapat dirasakan yaitu jasa-jasa dari hutan tersebut, antara lain tersedianya udara segar dan menjaga kestabilan air.
DAFTAR PUSTAKA
Bastoni. 1997. Pengenalan Karakteristik Lahan dan Pkkenyebaran Pohon Hutan Rawa
Gambut untuk Rehabilitasi Areal Bekas Tebangan. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Teknologi Reboisasi Palembang. Palembang.
Buckman, Harry O., Nyle C. Brady.1982. Ilmu Tanah. Soegiman, penerjemah.Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Terjemahan dari: The Nature and Properties of Soil
_______. 1999. Studi Pertumbuhan Pohon Jelutung (Dyera lowii Hook.F) pada Hutan Rawa Gambut Air Sugihan Sumatera Selatan. Jurnal Tanaman Tropika 2(2). Palembang Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
Badan Litbang Pertanian. 1995. Sewindu Penelitian Lahan Rawa Pasang Surut.
Jakarta: Departemen Pertanian.
Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir, S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia, Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
 http://www.hasyyati.shabrina10.student.ipb.ac.id /2012/09/budidaya-jelutung-rawa-dyera-lowii-hook-f-pada-lahan-rawa-di-sekitar-hutan-tanaman-industri-hti-sebagai-upaya-konservasi-biodiversitas-dan-peningkatanhasil-hutan-di-provinsi-jambi/ (diakses 28 Mei 2014)
 
http://inahhani97.blogspot.com/