BUDIDAYA
JELUTUNG RAWA
Oleh ;
INAH
MAN NEGARA
Rawa-rawa
memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup, dan
lain-lain. Sehingga lingkungan rawa harus tetap di jaga kelestariannya. Upaya
plestarian yang dilakukan juga harus memberikan manfaat bagi masyarakat di
sekitar kawasan pelestarian tersebut. Contohnya seperti pemanfaatan kayu.
Pemanfaatan kayu yang juga berlebihan
saat ini sangat memprihatinkan dikarenakan tuntutan kebutuhan. Terlebih
kebutuhan ekonomi. Bagi masyarakat yang menggantungkan nasib pada hutan, kayu
merupakan komoditas utama dalam pemanfaatannya. Akan tetapi hal ini tentu akan
berdampak buruk bagi lingkungan jika hutan dieksploitasi secara berlebihan atau
melebihi riap tumbuhnya.
Pelestarian spesies secara budidaya tidak cukup dengan
menanam. Perlu adanya perlindungan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan seperti pencurian kayu atau penjarahan. Untuk mempercepat
pemulihan lahan rawa yang sedang dalam kondisi rusak yang disebabkan oleh
kegiatan eksploitasi hutan, konvensi lahan, kebakaran hutan dan lahan. perlu
dilakukan rehabilitasi melalui pembangunan hutan tanaman, jika upaya tersebut
tidak dilakukan maka akan berdampak besar pada kerusakan ekosistem dan
keseimbangan ekosistem pun terganggu. Baik kehidupan ekosistem hutan maupun
kehidupan manusia. Satwa-satwa liar akan kehilangan habitat, sedangkan manusia
akan kehilangan sumber pangan, air, oksigen, dan sumber plasma nutfah. Oleh
karena itu, diperlukan pengetahuan bagi masyarakat sekitar lahan rawa mengenai
hasil-hasil hutan non kayu sehingga lahan rawa tetap dapat menjadi sumber
penghasilan namun tanpa merusaknya.
Hasil hutan non kayu yang populer saat ini adalah
getah. Getah banyak digunakan dalam berbagai industri pangan maupun otomotif
(ban). Selain itu getah juga digunakan dalam industri kosmetik.
Beberapa jenis getah yang banyak digunakan yaitu getah
pinus (Pinus merkusii), getah damar (Agathis dammara),
getah karet (Hevea brasiliensis), dan getah Jelutung Rawa (Dyera
lowii). Diantara keempat getah ini, yang paling banyak digunakan yaitu
getah pinus karena bisa diolah menjadi bentuk padatan (gondorukem) dan cair
(terpentin). Akan tetapi, pohon pinus yang telah tua, ketika kayunya ditebang
untuk diolah maka akan sulit untuk diawetkan dibandingkan dengan kayu jelutung.
Prospek ke depan dari getah jelutung juga menjanjikan.
Jelutung termasuk ke dalam jenis pohon dwiguna, artinya pohon yang dapat
menghasilkan kedua jenis komoditi hasil hutan yaitu komoditi Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) berupa getah Jelutung dan hasil hutan berupa komoditi kayu. Getah
jelutung sangat berguna untuk industri-industri vital dunia seperti pesawat,
otomotif, elektronik, industri perekat, laka, lanolic, vernis, ban, water
proofing dan cat serta sebagai bahan isolator dan barang kerajinan. Selain itu
harga kayunya juga melebihi harga kayu meranti, ramin, agatis, rasak, keruing,
dan kayu sejenis lainnya hingga mencapai dua kali lipat. Selain itu, Getah
Jelutung Rawa juga berfungsi sebagai bahan baku pembuatan permen karet yang
dimulai pada tahun 1920-an dan pada tahun 1940-an getah jelutung telah
menggeser posisi lateks dari pohon Achras sapota, yaitu pohon
penghasil bahan baku asli permen karet yang berasal dari Amerika Tengah.
Jelutung Rawa (Dyera lowii Hook f.) adalah
jenis pohon lokal (indigenous species) yang sangat prospektif untuk
hutan tanaman produktivitas tinggi dan ramah lingkungan pada lahan rawa karena
keunggulan ekologi dan ekonomi yang dimilikinya. Tanaman yang memiliki
ukuran diameter batang mencapai 240 cm dan tinggi lebih dari 45 m,
berbatang lurus dengan percabangan pertama dimulai pada ketinggian sekitar 30
m, tumbuh menyebar secara alami dengan jarak antara satu pohon dengan pohon
lainnya 50 m dan umumnya antara 300 sampai 400 m, merupakan salah satu jenis
pohon hutan tropik raksasa di Indonesia.
Jelutung Rawa tersebar di Sumatera (Jambi, Riau,
Sumatra Utara) dan dikenal dengan nama abuwai, sedangkan di
Kalimantan (Kalbar, Kalteng, Kalsel) dikenal dengan nama pantung.
Jenis ini tumbuh dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B
menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, pada tanah berpasir, tanah liat atau
tanah rawang. Tanaman ini juga dapat tumbuh pada daratan yang
bergelombang pada ketinggian 20-800 meter di atas permukaan laut (Martawijaya et.
al., 1981).
Hasil pengukuran pertumbuhan Jelutung Rawa yang
dilakukan oleh Balittaman Palembang pada tahun 2001 menunjukkan pertumbuhan
pohon cukup memuaskan. Pada umur 9 tahun, tinggi pohon berkisar antara
14,8-15,8 meter (riap 1,64-1,75 m/tahun), diameter pohon berkisar antara
19,66-21,44 cm (riap 2,18-2,38 cm/tahun). Dari hasil pengukuran pertumbuhan
jelutung tersebut, dapat kita ketahui bahwa tanaman Jelutung Rawa mempunyai
daya adaptasi yang baik pada lahan rawa yang selalu tergenang atau tergenang
berkala. Keunggulan ini dimiliki oleh jenis-jenis pohon rawa yang tumbuh secara
alami. Jelutung mempunyai pertumbuhan yang relatif cepat, pada kondisi alami
riap diameter pohon berkisar antara 1,5-2,0 cm/tahun (Bastoni dan Riyanto,
1999).
Pohon Jelutung Rawa merupakan pohon khas Jambi.
Budidaya pohon Jelutung Rawa kini mulai digalakkan mengingat pohon itu kini
sudah langka oleh sebab itu guna melestarikan keberadaan jenis pohon tersebut
perlu adanya upaya konservasi lanjut terhadap penanganan jenis pohon tersebut.
Melihat prospek kedepannya jenis Jelutung Rawa (Dyera lowii) ini
memiliki potensi besar dalam pemanfaatan hasil tanaman hutan baik Hasil Hutan
Bukan Kayu (HHBK) maupun hasil hutan non kayu. Sehingga, perlu adanya tindakan
khusus dalam melakukan budidaya dan konservasi terhadap tanaman ini.
Ekosistem rawa gambut yang saat ini semakin berkurang
luasnya dan turun kualitasnya. Budidaya Jelutung Rawa di lahan-lahan rawa
gambut merupakan upaya untuk menjaga kelestarian ekosistem tersebut. Upaya
konservasi dan budidaya pada tanaman Jelutung Rawa (Dyera lowii)
habitus rawa di provinsi Jambi ini dilakukan berdasarkan beberapa aspek
penting diantaranya: daya adaptasinya pada lahan rawa telah teruji, mempunyai
pertumbuhan cepat, dapat dibudidayakan dengan manipulasi lahan yang
minimal, mempunyai hasil ganda, getah dan kayu,sudah dikenal dan dimanfaatkan
oleh masyarakat sekitar hutan rawa, serta dapat dibudidayakan seperti tanaman
karet, yaitu pada masa produktif disadap getahnya dan pada saat produktivitas
getah menurun dapat dimanfaatkan kayunya. Melihat kondisi lahan rawa yang
memungkinkan untuk melakukan penanaman tanaman jelutung jenis rawa ini, yakni
jenis tersebut mendominasi tapak dengan karakteristik, tebal lapisan gambut
sedang sampai dalam (> 100 cm), lahan hanya tergenang pada musim hujan,
jenis tanah gambut dangkal (sulfohemist) sampai tanah gambut dalam (tropohemist)
(Bastoni, 1997).
Jelutung Rawa merupakan salah satu spesies yang mulai
berkurang jumlahnya di alam. Penanaman Jelutung Rawa secara budidaya akan
berpengaruh sangat besar terhadap pelestarian jenis Jelutung Rawa. Masyarakat
di sekitar kawasan budidaya tanaman Jelutung Rawa (Dyera lowii)
dapat merasakan manfaat dari budidaya tersebut. Manfaat tersebut dapat
dirasakan dalam bentuk getah jelutung yang merupakan bahan baku pembuatan
permen karet dan kayunya ketika pohon tersebut sudah tidak produktif
menghasilkan getah. Selain itu manfaat lain yang dapat dirasakan yaitu
jasa-jasa dari hutan tersebut, antara lain tersedianya udara segar dan menjaga
kestabilan air.
DAFTAR PUSTAKA
Bastoni.
1997. Pengenalan Karakteristik Lahan dan Pkkenyebaran Pohon Hutan Rawa
Gambut untuk
Rehabilitasi Areal Bekas Tebangan. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Teknologi
Reboisasi Palembang. Palembang.
Buckman,
Harry O., Nyle C. Brady.1982. Ilmu Tanah. Soegiman, penerjemah.Jakarta:
Bhratara Karya Aksara. Terjemahan dari: The Nature and Properties of Soil
_______.
1999. Studi Pertumbuhan Pohon Jelutung (Dyera lowii Hook.F) pada Hutan Rawa
Gambut Air Sugihan Sumatera Selatan. Jurnal Tanaman Tropika 2(2).
Palembang Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
Badan Litbang Pertanian. 1995. Sewindu Penelitian Lahan Rawa Pasang
Surut.
Jakarta:
Departemen Pertanian.
Martawijaya,
A., I. Kartasujana, K. Kadir, S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia,
Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
http://www.hasyyati.shabrina10.student.ipb.ac.id
/2012/09/budidaya-jelutung-rawa-dyera-lowii-hook-f-pada-lahan-rawa-di-sekitar-hutan-tanaman-industri-hti-sebagai-upaya-konservasi-biodiversitas-dan-peningkatanhasil-hutan-di-provinsi-jambi/
(diakses
28 Mei 2014)
http://inahhani97.blogspot.com/