Selasa, Maret 24, 2015

Jalan-Jalan Ke Kota Negara

Sedikit dari aku memperkenalkan daerah Negara, dimana tempat kelahiranku, sekarang aku akan mengajak kalian jalan-jalan menelusuri Kota Negara dan mengetahui sejarah Zaman ke zaman dari empat zaman Kalimantan Selatan. Saatnya kalian memakai sabuk pengaman dalam dunia khayalan agar dapat merasakan kenikmatan perjalanan, Dengan semangat, aku membagi informasi dan pengetahuan daerah Negara. Let’s goooooo, (meluncur dengan cepat).
Geografis Umum Negara
Negara adalah sebutan untuk tiga kecamatan, yaitu kecamatan Daha Selatan (tempatku tinggal). Kecamatan Daha Utara dan Kecamatan Daha Barat.Terletak di kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Geografis Daerah Negara merupakan dataran rendah yang terhampar pada saat musim kemarau, dan bagaikan Danau Raksasa apabila musim Barat tiba, karena digenangi air setinggi satu meter lebih. Luas Daerah Negara 1260 kilometer persegi atau kurang lebih 126.000 Hektar. Dari Banjarmasin dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 4jam. Daerah Negara dilintasi sungai bercabang tiga yang bertemu dua muara dan satu ujung sungainya terletak dipusatnya kota Negara.
Keadaan Masyarakat Negara
Sejauh mata memandang, hamparan rawa yang terlihat. Kalau kita melakukan perjalanan ke Negara dari Kandangan ibukota kabupaten Hulu Sungai Selatan,maka kita akan melewati desa Muning Baru. Aroma ikan kering akan tercium bahkan disana ada central ikan kering, mulai sepat, haruan, sepat siam, papuyu, atau tauman.Sektor perikanan memang menjadi produk andalan Negara, sesuai dengan wilayahnya.Masyarakat lebih banyak memilih nelayan ikan tawar sebagai mata pencariannya, tapi bukan berarti Negara sebagai kampung nelayan. Memasuki pusat kota kita akan menikmati perkampungan pedapuran. Nama desanya Bayanan, tapi disebut kampung pedapuran karena penduduknya rata rata pengrajin gerabah.Hasil produksi andalannya adalah dapur alat masak dari gerabah dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. Nah kalau kita memasuki desa Tumbukan Banyu, Sungai Pinang dan Habirau merupakan pusat pengrajin dari besi seperti parang,pisau dan lainnya. Jadi mereka rata rata mengambil profesi sebagai pandai besi. Desa disebelahnya adalah Habirau Tengah lalu Parigi. Didua desa ini terkenal dengan hasil kerajinan emasnya, maka disebut dengan kampung pa amasan. Ada lagi kampung pengrajin perak, kuningan, juga kampung ternak yang lain dari yang lain yaitu ternak kerbau rawa, ternak juga dapat dijadikan wisata kalang hadangan bagi yang belum pernah melihat atau mengunjungi, untuk sampai ke tujuan dapat menggunakan klotok umum yang banyak ditemukan disungai Negara.

Empat Zaman
Zaman Kerajaan
Pada zamanya kerajaan-kerajaan di Kalimantan sejak permulaan abad 15 yang disebut Negara Dipa dengan ibukotanya Kuripan. Dan kemudian sekitar pertengahan abad ke-16 Masehi, Kedudukan ibu Kota Pemerintahan Kerajaan Negara Dipa berpindah ke Negara,yang dalam sejarah Kerajaan-kerajaan di Kalimantan, dikenal dengan sebutan Negara Daha hingga permulaan abad ke-17 Masehi. Sepanjang sejarah kerajaan Negara Daha dipangku oleh Pangeran Mangku Bumi, Pangeran Temenggung dan diteruskan oleh Kerajaan Banjar dengan rajanya yang pertama bernama Pangeran Suriansyah atau pada masa itu disebut Pangeran Samudera. Pada saat itu Negara Daha terkenal sebagai Daerah yang pesat perkembangannya dalam bidang perindustrian kapal-kapal layar yang dapat dipergunakan untuk mengarungi samudera hingga India Belakang dan Laut Cina Selatan.Selain industri kapal layar tersebut juga hasil industri berupa alat-alat pertanian, perikanan, keramik, pakaian berupa sarung tenunan, yang disebut “tapih Sari Gading” dan “Serudung (Kekamban) Kangkung Keombakan”, dimana kesemua hasil industri tersebut sangat digemari oleh pendatang pendatang dari India Belakang dan orang-orang Cina yang sengaja datang untuk memesan dan membawa perahu-perahu layar yang sudah siap dipakai guna berlayar kembali ke negeri mereka masing-masing. Sehingga dimasa itu orang-orang yang datang dari India Belakang yang disebut orang Gujarat tertarik untuk bermukim di Kerajaan Negara Daha.
Zaman Hindia Belanda
Pada zaman Hindia Belanda, daerah Negara terkenal dengan sebutan Serambi Mekkah, karena pada masa itu diantara daerah-daerah di Hulu Sungai, daerah Negara cukup banyak memiliki sarjana-sarjana Islam yang mendapat pendidikan puluhan tahun dari kota Mekkah Saudi Arabia. Karenanya pada masa itu daerah Negara menjadi suatu wadah untuk menuntut ilmu-ilmu dalam bidang Agama Islam. Kebanyakan para siswa yang datang ke Negara berasal dari berbagai daerah di Hulu Sungai dan mereka sengaja bermukim selama masa pendidikan. Oleh sebab itu daerah Negara setiap surau atau langgar pada umumnya bertingkat dua, pada lantai bawah dijadikan tempat kuliah dan lantai atas sebagai mushalla. Sebagian besar letak langgar tersebut berdekatan dengan rumah tempat kediaman Guru. Di Negara, biasanya guru yang mengajarkan ilmu agama islam dan ilmu agamanya yang mendalam disebut dengan istilah Tuan Guru.Sehingga surau atau langgar tersebut nama langgarnya disebut dari nama nama Tuan Guru yang bersangkutan. Karena itu pula kebanyakan para siswa selama mengikuti pendidikan turut menginap ditempat kediaman Tuan Guru.Dengan adanya demikian kiranya tidaklah berlebihan Daerah Negara dalam sejarah pendidikan keagamaan secara tidak langsung telah turut menandai lembaran perkembangan pendidikan agama Islam di Hulu Sungai khususnya dan di Kalimantan Selatan secara umumnya.
Zaman Hinomaru (Pendudukan Jepang)
Dimasa ekspansi Bala Tentara Dai Nippon di indonesia, Daerah Negara telah pula mengalami sebagai wadah kegiatan- kegiatan usaba untuk alat-lat pertahanan Militer Jepang yang dinamakannnya Pertahanan Perang Asia Timur Raya. Antara lain yang menjadi aktivitasnya pembuatan senjata feluhur nenek moyang Bangsa Jepang yaitu “Pedang Samurai ”. Sehingga karenanya secara khusus bagi tukang besi atau yang disebut “Pandai Besi” mendapat despensasi, yaitu untuk tidak diikut sertakan dalam kegiatan “Kingrobusi ” artinya kerja suka rela dengan paksa. Dimana para Pandai Besi tersebut selain membuat Pedang Semurai, juga secara paksa tanpa menganal batas jam kerja untuk membuat segala macam peralatan dari logam untuk mengimbangi pola pertabanan gerilya.Pasukan Jepang. Selain dari itu semua bahwa setelah adanya obsevasi para pembesar Militer Jepang menganai Sungai Bahan yang memungkinkan dapatnya dilalui kapal yang berdaya muat 500 ton. Dengan adanya hasil obsevasi tersebut, terjadilah secara serampangan dan mendadak pembongkaran rumah-rumah penduduk guna dijadikan areal pembangunan sebuah pelabuhan yang terletak diperbatasan Kampung Tumbukan Banyu dengan Kampung Bayanan. Sementara pembuatan pelabuhan diselenggarakan juga pembuatan jalan kareta api sepanjang jarak antara Negara dengan Mangunang.Dimana seluruh pelaksanaan pembuatan Pelabuhan dan jalan kareta api tersebut,  hampur 90% dikerjakan oleh tenaga-tenaga Kingrohusi dari daerah Negara sendiri. Setelah pelabuhan selesai dibangun kareta api pun sudah berjalan untuk membawa Batu Bara yang sudah jadi arang kok dari Mangunang ke Negara dan sebaliknya dari Negara ke Mangunang diangkut pula alat peralatan Militer Jepang yang tadinya diangkut oleh kapal-kapal dari kayu yang dibuat Jepang di Banjarmasin atau pada waktu itu kapal yang demikian disebut Kapal Lamut. Demikianlah keadaan ini berlangsung hingga Militer Japang bertekuk lutut dengan sekutu.
Zaman Kemerdekaan
Zaman keempat, zaman berdentingnya lonceng Kemerdekaan Republik Indonesia atau zaman hapusnya cengkeraman kekuasaan asing di Indonesia. Sejak diproklamirkan Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 atau dimulainya detik-detik Perang Kemerdekaan hingga berakhirnya revolusi fisik, semenjak itu pula pada umumnya masyarakat Negara berada dalam salah satu komponen yang memiliki potensi yang diperhitungkan oleh setiap lawan dalam perang gerilya. Sebagai bukti dari puncaknya semangat Patriot putra-putra Negara, meledaklah serangan terbuka di slang hari tanggal 2 Januari 1949 untuk menumpas pos-pos kekuasaan Pemerintahan NICA yang berada di daerah Negara. Serangan ini dilaksanakan adalah sebagai realisasi instruksi Aksi Massal dari pimpinan umum ALRI Divisi IV Pertahanan Wilayah Kalimantan tertanggal 2S Desember 1948 atau sebagai konsekuensi gagainya ‘Pertemuan Renville ”. Meskipun akibat dari peristiwa 2 Januari 1949 banyak para pemuka masyarakat, tokoh-tokoh politik di Negara yang ditangkap dan ditawan militer NICA, namun komponen pejuang kemerdekaan yang masih ada tidak tinggal diam untuk menyusun satuan-satuan Pasukan Gerilya dan membentuk Unit pembuat senjata api berupa granat tangan model USA, pistol model Colt, senopan model L.E., meriam- meriam ringan dan rupa-rupa senjata tajam, antara lain pisau lempar, tombak dan lain sebagainya. Senjata-senjata tersebut disamping melengkapi persenjataan pasukan gerilya di daerah sendiri, tetapi juga untuk melengkapi persenjataan pasukan gerilya lainnya yang tersebar di pedalaman- pedalaman Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Keadaan kebijaksanaan yang demikian berjalan secara kontineu hingga berakhirnya Perang Kemerdekaan di Kalimantan khususnya dan di Indonesia umumnya. Setelah berada di alam kemerdekaan seraya menengok kebelakang dan mengkaji akan pengalaman Negara Daha dalam empat zaman, tercetuslah suatu keinginan untuk mengadakan satu perubahan status Kewedanaan Administratif untuk menjadi Daerah Otonom sehingga akhirnya lahirlah sebuah Panitia yang diberi nama Panitia Penuntutan Kabupaten Daha. Sebagai permulaan dari usaha penuntutan Kabupaten Daha, Panitia mengadakan rapat umum dengan mengundang semua organisasi politik (orpol), organisasi kemasyarakatan (ormas), pemuka-pemuka masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat yang ada di Negara, hingga sampai pada kesimpulan untuk membuat sebuah Resolusi Penunturan Kabupaten Daha yang bunyinya adalah “Agar Daerah Kewedanaan Administratif Negara Ditingkatkan Menjadi Daerah Tingkat // Kabupaten Daha ”. Setelah melalui beberapa proses Penuntutan kepada DPRD Kabupaten Hulu Sungai Selatan sejak 14 Oktober 1966 dan terus menrus diperjuangkan hingga akhirnya DPRD Kabupaten Hulu Sungai Selatan mengadakan Sidang DPRD dengan keputusan Hulu Sungai Selatan menyetujui yang dinyatakan dalam sebuah resolusi yang isinya sebagai berikut : Pertama : Menyetujui dan menyokong Resolusi Panitia Penuntutan Kabupaten Daha pada tanggal 14 Oktober 1966 yang menuntut agar bekas Kewedanaan Administratif Negara dijadikan Daerah Otonom Tingkat Kabupaten. Kedua : Mendesak kepada Pemerintah Pusat cq. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah agar bekas Kewedanaan Administratif Negara ini segera dibentuk menjadi Daerah Otonomi Tingkat Kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dan agar tuntutan ini dopat diwujudkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kemudian oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan melansir Resolusi tersebut beserta data- data atas wajarnya tuntutan tersebut. Setelah dilansirnya Resolusi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan tersebut kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat | Propinsi Kalimantan Selatan dan oleh Gubernur disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Kalimantan Selatan, dimana akhirnya setelah DPRD Kalimantan Selatan mengadakan Sidang dinyatakan babwa untuk sementara bekas Kewedanaan Administratif Negara belum dapat dimekarkan menjadi daerah otonom tingkat kabupaten dengan pertimbangan babwa bilamana bekas Kewedanaan Negara menjadi daerah otonomi tingkat kabupaten Kabupaten Hulu Sungai Selatan akan menjadi ciut. Disamping dari pertimbangan yang demikian, secara kebetulan sekali adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah yang maksudnya membekukan semua tuntutan pemekaran daerah otonom baru. Sampai disini, terhentilah kegiatan tuntutan Kabupaten Daha dan kini tinggal kenang-kenangan dihati setiap insan penghuni Negara Daha. Dengan catatan babwa Penuntutan Kabupaten tersebut diselenggarakan mulai bulan Oktober 1966 hingga berlangsungnya Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan pada tanggal 12 Agustus 1968. Demikian selayang pandang Daerah Negara dalam empat zaman, yaitu zaman Kerajaan- kerajaan di Kalimantan, Zaman Hindia Belanda, Zaman Hinomaru, dan Zaman Kemerdekaan.